Monday, June 24, 2013

SNMPTN UNDANGAN SEBAGAI SIMALAKAMA SEKOLAH

Tahun 2013 ini persaingan mendapatkan kursi di Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia semakin ketat. Pemerintah memperkenalkan metode pendaftaran mahasiswa baru secara online. Hal ini dirasa mempermudah akses calon mahasiswa baru dalam mendaftar ke Perguruan Tinggi Negeri pilihan mereka.
SNMPTN Undangan 2013
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2013  tidak akan membuka jalur ujian tulis, tetapi hanya jalur undangan. "Seleksi akan dilakukan berdasarkan nilai rapor dan prestasi lainnya, serta mempertimbangkan nilai ujian nasional (UN),” ujar Akhmaloka, Ketua Panitia Pelaksana SNMPTN 2013, saat jumpa pers sekaligus Peluncuran SNMPTN 2013 di Graha Utama Kemdikbud, Jakarta, (10/12). Siswa yang berhak mengikuti SNMPTN adalah siswa yang memiliki rekam jejak prestasi akademik di Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS). Kepala sekolah harus mengirim data sekolah dan siswa ke PDSS-SNMPTN, kemudian kepala sekolah akan memperoleh password untuk setiap siswa. Selanjutnya, siswa melakukan verifikasi data rekam jejak prestasi akademik yang diisikan kepala sekolah dengan menggunakan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) dan password yang diberikan kepala sekolah. Setelah pengisian PDSS selesai, siswa bisa mendaftarkan diri menjadi peserta SNMPT dengan login ke laman SNMPTN http://snmptn.ac.id , dan mengisi biodata pilihan perguruan tinggi negeri (PTN), pilihan program studi, serta mengunggah pas foto resmi terbaru dan dokumen prestasi tambahan. Setiap siswa peserta SNMPTN dapat memilih sebanyak-banyaknya dua PTN yang diminati.
Sekolah
            Banyak sekolah yang menginginkan anak didik lulusannya melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri. Terjadi semacam stereotype bahwa semakin banyak siswa yang mengikuti SNMPTN Undangan akan semakin baik nama sekolah tersebut. Kemudian muncul beberapa usaha sekolah untuk mengikutsertakan siswanya. Akan menjadi hal yang baik jika sekolah meningkatkan mutu pendidikan untuk siswa berupa tambahan pelajaran atau yang semacam itu, namun jika sekolah “membantu” dalam hal yang lain maka tidak akan tercipta tujuan pendidikan yang diidam-idamkan.
            Sistem SNMPTN Undangan yang meninjau kemampuan siswa dari peringkat dan akreditasi sekolah pun juga mempengaruhi perilaku oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Untuk sekolah unggulan dengan akreditasi yang bagus, akan dengan mudah mendapatkan tempat di dalam Perguruan Tinggi Negeri. Namun sebaliknya, sekolah-sekolah yang kualitas pendidikannnya belum baik akan mengusahakan berbagai macam cara agar siswanya banyak yang mendaftar SNMPTN Undangan itu. Di sini terlihat adanya persaingan antar sekolah. Dapat dipastikan bahwa ini bukanlah persaingan yang sehat antar sekolah. Kursi Perguruan Tinngi Negeri tidak dipersaingkan oleh siswa dan kemampuannya tetapi oleh sekolah satu dengan yang lainnya(peringkat dan akreditasi sekolah). Persaingan di dunia pendidikan tidak lagi antar siswa secara nasional tetapi antar sekolah. Contohnya, jika terdapat seorang siswa dari Papua yang mendapat nilai 9 dibandingkan dengan siswa dari Jakarta yang mendapat nilai yang sama maka dapat dipastikan bahwa yang akan diterima adalah siswa yang berasal dari Jakarta. Di sini juga terlihat adanya ketidakmerataaan pendidikan di Indonesia. Jika demikian, maka akan ada beberapa sekolah unggulan saja yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri. Padahal persaingan di Perguruan Tinggi Negeri akan lebih menarik jika siswa bersaing secara personal dalam ujian tertulis berskala nasional. Keadilan akan dapat diciptakan. Selain itu, persaingan antar sekolah hanya akan memberikan akses kepada orang-orang ekonomi kelas menengah ke atas. Orang-orang yang berasal dari ekonomi kelas menengah ke bawah hanya akan menjadi penonton karena tidak difasilitasi oleh negara. Meskipun demikian, tentu sekolah-sekolah tidak akan menyerah begitu saja. Sekolah akan mencari cara agar dapat bersaing dengan sekolah lainnya yang mungkin lebih tinggi levelnya. Sekolah akan merasa sangat bangga ketika banyak siswanya yang masuk ke Perguruan Tinggi Negeri. Hal ini juga dapat menaikkan gengsi sekolah. Sehingga bukan hal asing lagi bahwa beberapa sekolah membantu siswanya dengan mengkatrol nilai siswanya tersebut. Hal ini kadang diasumsikan menjadi hal yang efektif. Bahkan ada pula guru yang tega meminta “uang keringat” kepada orang tua siswa.
Buah Simalakama
Jika hal ini terus-menerus terjadi maka sekolah akan menanamkan ketidakjujuran pada siswanya. Tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa pun tidak akan tercapai. Dengan menaikkan nilai secara paksa, sekolah justru mengajari siswanya untuk mengusahakan berbagai macam cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini buruk karena nilai “berusaha dengan berbagai macam cara demi tercapainya tujuan” akan terus tertanam di benak siswa. Bukan hal yang tidak mungkin jika siswa mengetahui kecurangan yang diperbuat oleh sekolahnya karena siswa itu mengetahui betul seluk beluk nilainya sendiri.
Sebagai hukuman, jika panitia SNMPTN mengetahui kecurangan yang diperbuat oleh sekolah maka panitia akan mem-black list sekolah tersebut selama satu tahun. Hal ini dirasa dapat menimbulkan efek jera bagi sekolah dan diharapkan sekolah tidak mengulanginya lagi. Sepintas memang ini dapat dibenarkan, tetapi justru ini merugikan siswa dan sekolah tersebut. Memang sekolah dihukum, tetapi hal ini juga berdampak pada siswa lain yang tidak terlibat dalam kecurangan. Dapat dikatakan bahwa sekolah yang awalnya ingin “membantu” segelintir siswanya dengan mengkatrol nilai rapor mereka, justru tidak memikirkan nasib siswa lain yang benar-benar ingin melanjutkan studi bermodal nilai yang murni.
Curangnya beberapa sekolah dalam mendaftarkan siswanya ke SNMPTN Undangan juga berimbas pada tercorengnya nama baik sekolah itu di mata publik. Sekolah akan rugi dan malu karena berita kecurangan tersebut tersebar luas. Sekolah juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya ke instansi pendidikan yang terkait. Sekolah pun juga akan merasakan pahitnya rasa malu ketika tahun ajaran baru tiba. Orang tua akan berpikir berulang kali untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah yang pernah berbuat curang. Jadi dapat disimpulkan bahwa jika sekolah berbuat curang dan kecurangan itu terhembus publik maka dapat dipastikan sekolah itu akan menerima sanksi jangka pendek dan jangka panjang.
Kecurangan ini dapat dicegah apabila tiap sekolah benar-benar memahami makna “mendidik” siswanya. Mendidik seharusnya tidak hanya dimaknai sebatas memberikan pelajaran di dalam kelas namun juga mendidik dalam mepelajari nilai-nilai kehidupan. Untuk menghindari kasus ini, hendaknya sekolah meningkatkan kualitas pendidikannya sehingga tidak perlu lagi memanipulasi nilai siswa. Siswa pun juga harus turut memperbaiki diri dalam kegiatan belajar sehingga tercipta nilai-nilai murni yang membanggakan. Instansi pendidikan yang terkait harus menindak tegas masalah ini. Panitia SNMPTN sendiri juga perlu memperbaiki sistem pendaftarannya, jika perlu kuota dilebihkan pada tes tertulis untuk meminimalisasi kecurangan seperti ini. Semua ini perlu kerjasama dari siswa, sekolah, panitia SNMPTN dan pihak terkait lainnya.

No comments:

Post a Comment