words after experiences
~an amateur who needs a medium to share what she calls 'experiences as the best learning media'~
Wednesday, August 17, 2016
Untuk yang terkasih, Indonesia
Thailand
17 Agustus 2016
21.00
Sejarah,
Terlalu menyakitkan
Terlalu kelam
Tiada bisa terbayang
Mereka kejam
Bengis
Jahat
Tega
Tombak beradu peluru
Ribuan nyawa tersapu
Beratus tahun merana
Semua lara
Syukur terucap
Tatkala semua berubah
Sulit dan berat
Tidak berarti tidak akan
Pahlawan yang membuktikan
Tapi kini,
Kau berdiri
Kau gagah
Menggema
Mengukir prestasi
Dihargai oleh mereka
Bahkan oleh mereka yang dulu merampas semua
Mata dunia terbuka
Mengakui bahwa
Kau berdiri
Kau gagah
Kau menggema
Kau mengukir prestasi
Kau indah
Dan mereka percaya
Hingga ribuan dari mereka datang membuktikan
Menyapamu yang dulu disia-sia
Kau,
Kaya
Akan sumber daya
Alam
Dan manusia
Kaya jiwa
Tersebar di ribuan pulau hingga nun jauh di sana
Prestasi
Dunia tahu bagaimana kau berjuang
Anak-anak bangsa mengukir sejarah dunia
Anak petani juara
Anak nelayan juara
Anak buruh juara
Anak pemulung juara
Anak pelosok juara
Benar-benar berjuang
Tanpa pikir latar belakang
Sayang
Atas kekayaanmu
Yang sungguh melimpah itu
Hati kadang tak berjalan serta merta
Yang kita sebut manusia
Banyak yang tak bernurani
Menjualmu kepada mereka
Mereka pencipta uang
Untuk (yang kita sebut) manusia
Sang pemburu nafsu dunia
Banyak yang menyakitimu
Membakar jantungmu
Mengotori aliran darahmu
Merobek kulitmu
Menutup akses nafasmu
Padahal mereka hidup darimu
Dari jerih payahmu berjuang
Kau,
Adalah yang terbaik
Setidaknya menurut diriku ini
Kau maha memberi
Udara bersih kau beri
Air bersih kau beri
Pemandangan hijau kau beri
Padi kau beri
Sayur segar kau beri
Ilmu kau beri
Cinta kasih kau beri
Perlindungan kau beri
Semua kau beri
Meski masih harus diperbaiki
Untuk kami yang seperti ini
Yang belum sadar apa arti semua ini
Terima kasih
Aku,
Mewakili diriku sendiri
Aku bisa apa
Aku siapa
Aku punya kemampuan apa
Aku yang papa
Bahkan terkadang keluar kata hina
Mulut kecilku mengecam
Mengapa semua gila
Aku menyalahkan
Menyalahkanmu yang hanya bisa diam
Sedangkan
Mereka lah orang-orang yang membuatmu terkesan hina
Orang-orangmu yang hina
Orang-orangmu yang biadab
Orang-orangmu yang merasa sempurna
Maafkan aku oh maafkan
Tapi aku,
Sungguh kasihan melihatmu dihina
Maaf jika kadang aku juga menghina
Mungkin aku juga termasuk mereka yang hina
Tapi sungguh
Aku sangat mencintaimu
Aku ingin mencintaimu lebih
Aku ingin memperjuangkanmu
Aku percaya bisa
Tapi aku bisa apa?
Mungkin kita
Aku dan mereka
Membawamu merdeka lebih nyata
Persetan dengan mereka yang berkata kita belum merdeka
Seolah peluh keringat dan darah tiada berharga
Seolah tidak menghargai betapa sulit mengucap kata merdeka
Aku menyebutmu merdeka
Kita,
Aku, kau, dan mereka
Sejarah terlalu pahit dikenang
Tiada yang mau mengulang
Sehingga
Kita harus bekerja
Membangunmu bersama
Demi kita semua
Oleh dan untuk kita
Bersama
Tidak hanya satu tapi semua
Kerjasama
Kita sudah merdeka dan akan terus merdeka
Dengan bekerja nyata bukan hanya omongan belaka
Untukmu Indonesia!
17 Agustus 2016
21.00
Sejarah,
Terlalu menyakitkan
Terlalu kelam
Tiada bisa terbayang
Mereka kejam
Bengis
Jahat
Tega
Tombak beradu peluru
Ribuan nyawa tersapu
Beratus tahun merana
Semua lara
Syukur terucap
Tatkala semua berubah
Sulit dan berat
Tidak berarti tidak akan
Pahlawan yang membuktikan
Tapi kini,
Kau berdiri
Kau gagah
Menggema
Mengukir prestasi
Dihargai oleh mereka
Bahkan oleh mereka yang dulu merampas semua
Mata dunia terbuka
Mengakui bahwa
Kau berdiri
Kau gagah
Kau menggema
Kau mengukir prestasi
Kau indah
Dan mereka percaya
Hingga ribuan dari mereka datang membuktikan
Menyapamu yang dulu disia-sia
Kau,
Kaya
Akan sumber daya
Alam
Dan manusia
Kaya jiwa
Tersebar di ribuan pulau hingga nun jauh di sana
Prestasi
Dunia tahu bagaimana kau berjuang
Anak-anak bangsa mengukir sejarah dunia
Anak petani juara
Anak nelayan juara
Anak buruh juara
Anak pemulung juara
Anak pelosok juara
Benar-benar berjuang
Tanpa pikir latar belakang
Sayang
Atas kekayaanmu
Yang sungguh melimpah itu
Hati kadang tak berjalan serta merta
Yang kita sebut manusia
Banyak yang tak bernurani
Menjualmu kepada mereka
Mereka pencipta uang
Untuk (yang kita sebut) manusia
Sang pemburu nafsu dunia
Banyak yang menyakitimu
Membakar jantungmu
Mengotori aliran darahmu
Merobek kulitmu
Menutup akses nafasmu
Padahal mereka hidup darimu
Dari jerih payahmu berjuang
Kau,
Adalah yang terbaik
Setidaknya menurut diriku ini
Kau maha memberi
Udara bersih kau beri
Air bersih kau beri
Pemandangan hijau kau beri
Padi kau beri
Sayur segar kau beri
Ilmu kau beri
Cinta kasih kau beri
Perlindungan kau beri
Semua kau beri
Meski masih harus diperbaiki
Untuk kami yang seperti ini
Yang belum sadar apa arti semua ini
Terima kasih
Aku,
Mewakili diriku sendiri
Aku bisa apa
Aku siapa
Aku punya kemampuan apa
Aku yang papa
Bahkan terkadang keluar kata hina
Mulut kecilku mengecam
Mengapa semua gila
Aku menyalahkan
Menyalahkanmu yang hanya bisa diam
Sedangkan
Mereka lah orang-orang yang membuatmu terkesan hina
Orang-orangmu yang hina
Orang-orangmu yang biadab
Orang-orangmu yang merasa sempurna
Maafkan aku oh maafkan
Tapi aku,
Sungguh kasihan melihatmu dihina
Maaf jika kadang aku juga menghina
Mungkin aku juga termasuk mereka yang hina
Tapi sungguh
Aku sangat mencintaimu
Aku ingin mencintaimu lebih
Aku ingin memperjuangkanmu
Aku percaya bisa
Tapi aku bisa apa?
Mungkin kita
Aku dan mereka
Membawamu merdeka lebih nyata
Persetan dengan mereka yang berkata kita belum merdeka
Seolah peluh keringat dan darah tiada berharga
Seolah tidak menghargai betapa sulit mengucap kata merdeka
Aku menyebutmu merdeka
Kita,
Aku, kau, dan mereka
Sejarah terlalu pahit dikenang
Tiada yang mau mengulang
Sehingga
Kita harus bekerja
Membangunmu bersama
Demi kita semua
Oleh dan untuk kita
Bersama
Tidak hanya satu tapi semua
Kerjasama
Kita sudah merdeka dan akan terus merdeka
Dengan bekerja nyata bukan hanya omongan belaka
Untukmu Indonesia!
Dirgahayu Indonesia!
Indonesia merdeka!
Saturday, July 16, 2016
Awakened!
Today, I got a message from one of the best lecturers I have ever had. He reminded me about something. I told him about what made me confused (let's say about life, hmm) and finally I felt relieved. I just need someone to talk to, maybe. And I don't trust anybody about what's in my mind. I mean, I just cannot tell anything to any people. I need someone to trust and then to him/her I can share what's inside my mind. Then, we came up into a conclusion that whether I like it or not, whether I have eagerness or not, it is me, yes me, deciding what I should take, not someone else. Now, I understand that being mature is all about someone's self, no one else's.
Okay, I will tell you (whoever read this) about the most important thing that I got from my lecturer. It is related to managerial skill. He stated that there are three main points of importance here. First, personal need for the present. Yup, I really need many things (followed with money for sure) to continue my live here (living alone in other country) and I should be able to manage it. It should be not too little and not too big, for the expenses. Enough is enough. It is quite difficult for women especially when we see SALE or Discount up to 70% in some shops. But, yeah, I will try to manage it. Second, enough care for family. Being away from home and the one to rely on in the family makes me have more responsibility to take care of my family especially economically. I have to be able to decide wisely how much I should send every month. Enough, again. I have dad and mom who are still working (I can be less worried because they can still raise money by themselves) and one sister in senior high school who needs most of the expense in the family. Actually, my parents always say like I can send or not send. They always say that I should cover all my needs here first. Sometimes I see that they are quite worried about my being alone here. Therefore, they don't want to put more burden on me. But as the first child, I feel like I have that responsibility and I will give the best to my family. The last one is care about future. Hmm, talking about future, I have lots of dreams to reach. Those dreams of course need some amount of money. I think I can say everything starts from money. So, I have to save my money for the sake of my future. I want to reach my target (I have it in one amount of money), so I will save money starting from my salary this month. I really want to train myself about that managerial skill. And I will make it fair for those three things. Anyway, the managerial skill is related to my thesis for my bachelor degree actually haha.
Last but not least, as what's written in the tittle, I felt I am awaken. I got refreshed about something. I should find the way to reach my dream. And before I can make it come true, I have to train myself to write. Yes, my writing skill should be trained every day so then it will get improved. Before, I told myself to write about my experiences here (Ubon Ratchathani, Thailand) every day. By the way, I have been living in Thailand for almost three months but I just haven't touch my blog. I feel so tired after school (going home at 5, sometimes more than 5 pm) and still have to work for tomorrow so I broke my own saying. For now that I have already been awakened, I will try to write every day. I want to spend some time to write. I am still learning but I hope I can be consistent about this. Keep learning!
Monday, March 31, 2014
that red rose
This one is the continuance of my previous poem. I made it after I broke up with *used to be my red rose*. Even, it was only two days after he had a birthday. There was a problem in which I couldn't even tolerate more. This problem made all other problems come and I decided to end my relationship with him. At that time, I was so confused but I had no other choice. I thought again and again and again, and I came into a conclusion. "Let's break up", I said sadly to him. He said sorry over and over again, but I couldn't accept it. It really hurt me a lot. To be with him for about 2 years had been making me feel hurt like this. I cannot imagine what I will feel if I am with him for more than this. I do love him, but there must be someone who loves him more. My mind is made up. I let him go, trying to be fine without him... and here is another poem I made for him, happy reading..
Mawar merah
itu
Dulu, aku pernah dengan bangga memetik
sebuah mawar merah diantara ribuan mawar lainnya.
Aku simpan mawar itu dan aku hidupi hingga
aku bisa menikmati indahnya.
Dulu, senyumku selalu merekah seperti
mawar itu.
Dulu, aku bahagia mencium harum mawar itu.
Rasanya, aku ingin selalu membawa mawar
itu kapan pun dan kemana pun aku menempuh perjalanan.
Namun,
Dalam perjalananku, aku sadar mawar itu
terlalu indah.
Ada yang menyukai dan ingin mengambil
mawar itu dariku.
Dia adalah seorang musafir yang ingin
sekali memiliki mawarku.
Aku, terlalu mencintai mawar itu, tak
ingin melepaskannya dari genggamanku.
Aku selalu berusaha menyimpan mawarku agar
tak dilihat oleh musafir itu.
Tapi, semakin kuat aku menggenggam,
semakin mawar itu menunjukkan bahwa ia pun ingin bersama musafir itu.
Mungkin, mawar itu ingin menempuh
perjalanan baru dengan musafir itu.
Ya, musafir yang juga merah, tak seperti
aku yang putih ini.
Lambat laun aku berpikir.
Mungkin merah memang harus bersama merah,
bukan putih.
Tapi aku adalah pecundang tatkala aku
selalu menutupi semua rasa sakit untuk melepas mawar itu.
Aku lah satu-satunya orang yang menghibur
diriku sendiri untuk merelakan mawarku digenggam musafir itu.
Aku rasa aku sudah puas menikmati merahnya
mawar itu.
Aku cukup bangga pernah menggenggam mawar
itu.
Aku pernah tersenyum seorang diri kala
mencium harum mawar itu.
Tapi, aku pun juga merasakan sakit yang luar
biasa ketika tertusuk duri mawar itu.
Sebenarnya dari dulu sudah aku rasakan
sakit seperti ini, namun aku berusaha menutupi.
Aku tak ingin membuat mawar itu layu.
Karena, jika mawar itu layu, aku lah orang
pertama yang ikut merasakan sedihnya.
Dulu, duri itu masih lembut, sedikit demi
sedikit menusuk jemariku yang selalu menggenggamnya.
Aku berusaha menahan sakit itu.
Ya, memang sudah aku rasakan dari dulu dan
sudah aku bayangkan jika akan ada musafir itu.
Semakin lama, duri itu semakin tajam, duri
yang dari awal sudah aku bayangkan betapa sakitnya jika menusukku.
Jemariku berdarah.
Ya, kali ini darah merah mengalir di sela
jemariku.
Jemari ini sudah tak kuasa menahan rasa
sakit itu.
Darah itu semakin deras mengucur ketika
aku mencoba melepaskan genggamanku.
Bahkan, ketika mawar itu tak lagi di
genggamanku, darah itu tak berhenti mengucur.
Mungkin mawarku, maaf mawar yang sudah
menjadi milik musafir itu, selama ini tidak menyadari betapa sakitnya aku.
Durinya yang semakin tajam telah melukai
jemariku, mungkin mawar itu tak sadar.
Atau mungkin, mawar itu sadar tetapi
membiarkannya karena ia tak ingin lebih banyak lagi darah yang mengucur dari
jemariku.
Tetapi, ia memilih pergi, tanpa melihat
lukaku ini.
Aku merelakan darah mengucur dari jemariku
dan mencoba mengikhlaskan pilihan mawar itu.
Mawar itu mungkin akan semakin memerah di
tangan dia yang juga merah.
Mungkin ini alasan mengapa mawar itu ingin
sekali berada di genggaman dia yang juga merah.
Ya, mawarku ingin semakin memerah.
Denganku yang putih, ia memang tetap
merah, tapi tidak bisa semerah dengan dia yang juga merah.
Kini, aku tak tau kabar mawar itu.
Apakah ini pilihannya yang paling tepat?
Apakah ia benar-benar diperlakukan baik
oleh musafir itu?
Apakah selama mereka menempuh perjalanan,
ia pernah menoleh ke belakang mengingatku?
Apakah ia masih diperbolehkan untuk
mengingatku yang dulu pernah merawatnya?
Atau mungkin ia sudah terlalu bahagia dan
dengan mudah melupakan aku yang dulu memetiknya?
Tidak ada jawaban yang pasti mengenai
pertanyaan-pertanyaan bodohku ini.
Satu hal yang pasti adalah aku harus
mengobati luka jemariku ini, luka yang mungkin akan tetap membekas sampai kapan
pun.
13-03-2014
(used to be) my red rose
This poem was a gift I gave to somebody. He had a birthday on 11 March. Since I am a language user, I made a poem for him. I read it for him. When he asked me to translate it to bahasa Indonesia, I did. I read it in bahasa Indonesia. You know what, I couldn't stop crying during the time I read it. Surprisingly, he also cried though only for few seconds. I made this poem wholeheartedly. I also gave him a red rose, to make it more romantic. But now, everything goes in different way. The romantic story doesn't happen in my life. Everything changes. He is not my red rose anymore. Anyway, here is what I made for whom I used to hug....
11-03-2014
My Red Rose
I have found it.
It’s like a red, red rose.
It’s not black, blue, or even white.
It’s pure red, the best red ever.
I took it on my way of searching best
flower.
Actually, somebody wanted me to take a
white one, instead of my choice on red.
Yet, I refused though its colour was the
same as me.
So, I decided to take the best red rose
which dancing nicely through the easy wind at an edge of a path.
Then, I bought it proudly wherever I went.
However, most people whom I met suggested
me to throw away my red rose, regarding its dangerous thorns.
Yet, again, I refused it.
I had my own consideration on why I really
wanted to keep the red rose, without ignoring that someday it would hurt me by
its thorns.
I do believe that I can find happiness
being with the red rose.
I enjoy everything I do with it.
I understand it and so does it.
No matter what colour we are, we pay
respect to each other.
In fact, we both claim that we can
maintain everything, though it needs our big effort, later on.
I just love that best red rose.
And,
You are that best red rose.
Thanks a lot for being with the white of
me.
Saturday, July 6, 2013
UC PBI USD
is attending The First Undergraduate Conference on English Language Teaching, Linguistics, and Literature 2013 with the theme 'showing identity through language'.
-PBI USD Jogjakarta-
-PBI USD Jogjakarta-
Monday, June 24, 2013
SNMPTN UNDANGAN SEBAGAI SIMALAKAMA SEKOLAH
Tahun 2013 ini persaingan mendapatkan kursi
di Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia semakin ketat. Pemerintah
memperkenalkan metode pendaftaran mahasiswa baru secara online. Hal ini dirasa
mempermudah akses calon mahasiswa baru dalam mendaftar ke Perguruan Tinggi
Negeri pilihan mereka.
SNMPTN Undangan
2013
Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2013 tidak akan
membuka jalur ujian tulis, tetapi hanya jalur undangan. "Seleksi akan
dilakukan berdasarkan nilai rapor dan prestasi lainnya, serta mempertimbangkan
nilai ujian nasional (UN),” ujar Akhmaloka, Ketua Panitia Pelaksana SNMPTN
2013, saat jumpa pers sekaligus Peluncuran SNMPTN 2013 di Graha Utama
Kemdikbud, Jakarta, (10/12). Siswa yang berhak mengikuti SNMPTN adalah siswa
yang memiliki rekam jejak prestasi akademik di Pangkalan Data Sekolah dan Siswa
(PDSS). Kepala sekolah harus mengirim data sekolah dan siswa ke PDSS-SNMPTN,
kemudian kepala sekolah akan memperoleh password untuk setiap siswa.
Selanjutnya, siswa melakukan verifikasi data rekam jejak prestasi akademik yang
diisikan kepala sekolah dengan menggunakan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN)
dan password yang diberikan kepala sekolah. Setelah pengisian PDSS
selesai, siswa bisa mendaftarkan diri menjadi peserta SNMPT dengan login ke
laman SNMPTN http://snmptn.ac.id , dan mengisi biodata pilihan perguruan tinggi
negeri (PTN), pilihan program studi, serta mengunggah pas foto resmi terbaru
dan dokumen prestasi tambahan. Setiap siswa peserta SNMPTN dapat memilih
sebanyak-banyaknya dua PTN yang diminati.
Sekolah
Banyak sekolah yang
menginginkan anak didik lulusannya melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri.
Terjadi semacam stereotype bahwa semakin banyak siswa yang mengikuti SNMPTN
Undangan akan semakin baik nama sekolah tersebut. Kemudian muncul beberapa
usaha sekolah untuk mengikutsertakan siswanya. Akan menjadi hal yang baik jika
sekolah meningkatkan mutu pendidikan untuk siswa berupa tambahan pelajaran atau
yang semacam itu, namun jika sekolah “membantu” dalam hal yang lain maka tidak
akan tercipta tujuan pendidikan yang diidam-idamkan.
Sistem SNMPTN Undangan
yang meninjau kemampuan siswa dari peringkat dan akreditasi sekolah pun juga
mempengaruhi perilaku oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Untuk sekolah
unggulan dengan akreditasi yang bagus, akan dengan mudah mendapatkan tempat di
dalam Perguruan Tinggi Negeri. Namun sebaliknya, sekolah-sekolah yang kualitas
pendidikannnya belum baik akan mengusahakan berbagai macam cara agar siswanya
banyak yang mendaftar SNMPTN Undangan itu. Di sini terlihat adanya persaingan
antar sekolah. Dapat dipastikan bahwa ini bukanlah persaingan yang sehat antar
sekolah. Kursi Perguruan Tinngi Negeri tidak dipersaingkan oleh siswa dan
kemampuannya tetapi oleh sekolah satu dengan yang lainnya(peringkat dan
akreditasi sekolah). Persaingan di dunia pendidikan tidak lagi antar siswa
secara nasional tetapi antar sekolah. Contohnya, jika terdapat seorang siswa
dari Papua yang mendapat nilai 9 dibandingkan dengan siswa dari Jakarta yang
mendapat nilai yang sama maka dapat dipastikan bahwa yang akan diterima adalah
siswa yang berasal dari Jakarta. Di sini juga terlihat adanya ketidakmerataaan
pendidikan di Indonesia. Jika demikian, maka akan ada beberapa sekolah unggulan
saja yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri. Padahal persaingan di Perguruan
Tinggi Negeri akan lebih menarik jika siswa bersaing secara personal dalam
ujian tertulis berskala nasional. Keadilan akan dapat diciptakan. Selain itu,
persaingan antar sekolah hanya akan memberikan akses kepada orang-orang ekonomi
kelas menengah ke atas. Orang-orang yang berasal dari ekonomi kelas menengah ke
bawah hanya akan menjadi penonton karena tidak difasilitasi oleh negara.
Meskipun demikian, tentu sekolah-sekolah tidak akan menyerah begitu saja.
Sekolah akan mencari cara agar dapat bersaing dengan sekolah lainnya yang
mungkin lebih tinggi levelnya. Sekolah akan merasa sangat bangga ketika banyak
siswanya yang masuk ke Perguruan Tinggi Negeri. Hal ini juga dapat menaikkan
gengsi sekolah. Sehingga bukan hal asing lagi bahwa beberapa sekolah membantu
siswanya dengan mengkatrol nilai siswanya tersebut. Hal ini kadang diasumsikan
menjadi hal yang efektif. Bahkan ada pula guru yang tega meminta “uang
keringat” kepada orang tua siswa.
Buah Simalakama
Jika hal ini terus-menerus terjadi maka sekolah
akan menanamkan ketidakjujuran pada siswanya. Tujuan pendidikan nasional yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa pun tidak akan tercapai. Dengan menaikkan nilai
secara paksa, sekolah justru mengajari siswanya untuk mengusahakan berbagai
macam cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini buruk karena nilai
“berusaha dengan berbagai macam cara demi tercapainya tujuan” akan terus
tertanam di benak siswa. Bukan hal yang tidak mungkin jika siswa mengetahui
kecurangan yang diperbuat oleh sekolahnya karena siswa itu mengetahui betul
seluk beluk nilainya sendiri.
Sebagai hukuman, jika panitia SNMPTN mengetahui
kecurangan yang diperbuat oleh sekolah maka panitia akan mem-black list sekolah tersebut selama satu
tahun. Hal ini dirasa dapat menimbulkan efek jera bagi sekolah dan diharapkan
sekolah tidak mengulanginya lagi. Sepintas memang ini dapat dibenarkan, tetapi
justru ini merugikan siswa dan sekolah tersebut. Memang sekolah dihukum, tetapi
hal ini juga berdampak pada siswa lain yang tidak terlibat dalam kecurangan.
Dapat dikatakan bahwa sekolah yang awalnya ingin “membantu” segelintir siswanya
dengan mengkatrol nilai rapor mereka, justru tidak memikirkan nasib siswa lain
yang benar-benar ingin melanjutkan studi bermodal nilai yang murni.
Curangnya beberapa sekolah dalam mendaftarkan
siswanya ke SNMPTN Undangan juga berimbas pada tercorengnya nama baik sekolah
itu di mata publik. Sekolah akan rugi dan malu karena berita kecurangan
tersebut tersebar luas. Sekolah juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya
ke instansi pendidikan yang terkait. Sekolah pun juga akan merasakan pahitnya
rasa malu ketika tahun ajaran baru tiba. Orang tua akan berpikir berulang kali
untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah yang pernah berbuat curang. Jadi dapat
disimpulkan bahwa jika sekolah berbuat curang dan kecurangan itu terhembus
publik maka dapat dipastikan sekolah itu akan menerima sanksi jangka pendek dan
jangka panjang.
Kecurangan ini dapat dicegah apabila tiap
sekolah benar-benar memahami makna “mendidik” siswanya. Mendidik seharusnya
tidak hanya dimaknai sebatas memberikan pelajaran di dalam kelas namun juga
mendidik dalam mepelajari nilai-nilai kehidupan. Untuk menghindari kasus ini,
hendaknya sekolah meningkatkan kualitas pendidikannya sehingga tidak perlu lagi
memanipulasi nilai siswa. Siswa pun juga harus turut memperbaiki diri dalam
kegiatan belajar sehingga tercipta nilai-nilai murni yang membanggakan.
Instansi pendidikan yang terkait harus menindak tegas masalah ini. Panitia
SNMPTN sendiri juga perlu memperbaiki sistem pendaftarannya, jika perlu kuota
dilebihkan pada tes tertulis untuk meminimalisasi kecurangan seperti ini. Semua
ini perlu kerjasama dari siswa, sekolah, panitia SNMPTN dan pihak terkait
lainnya.
Subscribe to:
Comments (Atom)
